
Soreang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Jawa Barat kembali menunjukkan komitmen serius dalam mengamankan penerimaan negara dengan menggelar sosialisasi bertajuk "Sinergi Lintas Institusi: Pengawasan Terintegrasi Untuk Optimalisasi Penerimaan Negara di Bidang Fidusia". Kegiatan yang berlangsung di Grand Sunshine Resort & Convention pada Jumat, 5 Desember 2025.


Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk membedah tantangan dalam pengelolaan jaminan fidusia. Acara ini dihadiri oleh berbagai elemen penting, mulai dari jajaran Divisi Pelayanan Hukum, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perwakilan perbankan seperti BCA, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), hingga para notaris yang tergabung dalam Pengwil dan Pengda Ikatan Notaris Indonesia (INI) serta Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) se-Jawa Barat. Langkah strategis ini diambil sebagai respons atas masih ditemukannya ketidaksesuaian data yang berpotensi merugikan negara.
Dalam arahannya, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat, Asep Sutandar, menyoroti fakta bahwa layanan jaminan fidusia merupakan salah satu kontributor terbesar bagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di wilayah Jawa Barat. Namun, Asep Sutandar mengungkapkan keprihatinannya mengenai persoalan asinkronisasi yang masih terjadi antara jumlah akta fidusia yang dibuat oleh notaris dengan pendaftaran fidusia yang tercatat di sistem AHU Online.

Ketidaksesuaian ini dinilai menyebabkan penerimaan negara menjadi tidak optimal. Guna mengatasi celah tersebut, Kemenkum Jabar secara resmi mengukuhkan Satuan Tugas Pengawasan PNBP Jaminan Fidusia Provinsi Jawa Barat Periode 2025-2026. Satgas ini diberi mandat khusus untuk melakukan rekapitulasi, pemadanan, dan rekonsiliasi data guna memperkuat fungsi pengawasan di lapangan. Asep Sutandar juga menekankan pentingnya peningkatan literasi hukum masyarakat, khususnya mengenai kewajiban penghapusan (roya) fidusia setelah utang lunas, demi terciptanya tertib administrasi.
Kegiatan yang diawali dengan laporan dari Kepala Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum, Ave Maria Sihombing, ini menghadirkan diskusi mendalam dari berbagai perspektif pemangku kepentingan. Dari sisi regulasi dan teknologi, Direktorat Jenderal AHU memaparkan tentang rekonstruksi aplikasi fidusia untuk mengatasi kendala akses dan keterlambatan yang selama ini dikeluhkan. Transformasi digital ini diharapkan mampu meningkatkan stabilitas sistem, akurasi data, serta keamanan yang berujung pada layanan yang lebih transparan dan akuntabel. Sementara itu, Majelis Pengawas Wilayah Notaris Jawa Barat dan Pengwil INI Jawa Barat mengingatkan para notaris mengenai urgensi integritas dalam penyusunan akta, termasuk larangan pembebanan ganda dan kehati-hatian dalam klausul objek jaminan khusus guna menghindari sengketa di kemudian hari.
Perspektif perlindungan konsumen dan mitigasi risiko bisnis turut menjadi sorotan utama dalam sesi diskusi. Narasumber dari OJK dan sektor perbankan menekankan bahwa fidusia bukan sekadar instrumen penerimaan negara, melainkan alat mitigasi risiko kredit yang memberikan kepastian hukum bagi kreditur dan debitur. Di sisi lain, APPI menyoroti implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa eksekusi jaminan tidak bisa dilakukan sepihak jika terdapat sengketa wanprestasi, sehingga mekanisme pengadilan menjadi jalan keluar yang harus ditempuh.

Menutup rangkaian kegiatan, Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Hemawati BR Pandia, mengapresiasi sinergi lintas institusi yang terjalin dan kembali mengingatkan pentingnya kepatuhan notaris dalam pendaftaran fidusia sesuai perundang-undangan sebagai bentuk kontribusi nyata dalam menjaga integritas layanan hukum di Jawa Barat.
