
BANDUNG – Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum menggelar Konsultasi Publik Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Acara yang diselenggarakan di Aula Soepomo Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) Jawa Barat pada Kamis, 12 Juni 2025 ini bertujuan untuk menjaring masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Kegiatan ini merupakan langkah strategis untuk mengevaluasi efektivitas regulasi kekayaan intelektual yang telah berjalan hampir satu dekade, dengan fokus utama pada penguatan Indikasi Geografis (IG). Forum ini dihadiri oleh berbagai pihak, mulai dari perwakilan pemerintah, akademisi, hingga para pelaku usaha dan komunitas Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG).

Dalam sambutan kuncinya, Kepala BPHN, Mien Usihen, menekankan urgensi evaluasi undang-undang tersebut agar tetap relevan dengan dinamika zaman. Ia menyoroti potensi besar Indikasi Geografis Indonesia yang belum tergarap secara maksimal, meskipun Indonesia merupakan negara mega biodiversitas kedua di dunia. Menurutnya, dari lebih dari 180 produk IG yang terdaftar hingga 2024, angka tersebut masih sangat kecil dibandingkan kekayaan alam dan budaya yang ada. "UU ini perlu kita evaluasi untuk menyempurnakan tata kelola hukum yang adaptif dan aplikatif, demi melindungi produk khas daerah yang bernilai ekonomi serta budaya tinggi," tegas Mien Usihen.
Selaku tuan rumah, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat, Asep Sutandar, menyambut hangat inisiatif BPHN dan menyatakan komitmen penuh untuk mendukung perlindungan kekayaan intelektual di daerahnya. Beliau mengapresiasi kehadiran Kepala BPHN dan Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Hermansyah Siregar, sebagai wujud keseriusan pemerintah pusat. Asep Sutandar menegaskan bahwa IG bukan sekadar instrumen hukum, melainkan juga alat strategis untuk pengembangan potensi daerah seperti Kopi Java Preanger, Ubi Cilembu, dan Nanas Subang. "Masukan dari daerah dalam forum partisipatif seperti ini sangat penting untuk melahirkan kebijakan nasional yang lebih operasional dan efektif," ujarnya.
Kegiatan dilanjutkan dengan sesi pemaparan dari tiga narasumber utama yang mengulas tantangan implementasi UU No. 20/2016 dari berbagai perspektif. Kepala Dinas Perkebunan Jawa Barat menyoroti perlunya peran aktif pemerintah daerah dalam pembinaan dan fasilitasi, sementara akademisi dari Universitas Padjadjaran menggarisbawahi pentingnya sinergi riset untuk menjaga kualitas produk IG. Di sisi lain, Ketua MPIG Kopi Java Preanger membagikan pengalaman empiris mengenai tantangan yang dihadapi komunitas di lapangan, mulai dari pengelolaan, pemasaran, hingga penegakan hukum.
Kepala Pusat Pemantauan, Peninjauan, dan Pembangunan Hukum Nasional, Rahendro Jati, dalam laporannya menyampaikan bahwa seluruh masukan dari forum ini akan menjadi bahan rekomendasi krusial. Hasil konsultasi publik ini akan diolah untuk diusulkan dalam penyempurnaan Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dengan kolaborasi multipihak yang melibatkan instansi pemerintah, universitas, pelaku usaha, hingga lembaga keuangan seperti Bank Indonesia, diharapkan akan lahir regulasi yang lebih adaptif dan mampu memberdayakan potensi ekonomi lokal berbasis kearifan bangsa.
