
BANDUNG - Menindaklanjuti arahan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat, Asep Sutandar, serta beberapa pejabat terkait, seperti Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Hemawati Br Pandia, Kepala Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum, Ave Maria Sihombing, dan JFT Analis Hukum Ahli Muda, Zaki Fauzi Ridwan, mengadakan audiensi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Barat untuk membahas isu Jaminan Kebendaan Fidusia.

Audiensi ini dihadiri oleh beberapa perwakilan dari OJK Jawa Barat, termasuk Bapak Chandra, Pengawas Non Bank, Bapak Zam-zam, Pengawas Pasar Modal, serta Agus Yayan, Bagian Marketing Conduct Kantor OJK Jawa Barat.
Pada pembukaan diskusi, Kadivyankum mengungkapkan bahwa Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat memiliki tugas untuk mengendalikan administrasi pendaftaran fidusia. Namun, dalam pelaksanaannya, ditemukan sejumlah permasalahan. Meskipun pembuatan Akta Fidusia oleh notaris sudah menjadi kewajiban untuk didaftarkan secara online ke Kantor Wilayah, ternyata masih ada selisih antara jumlah akta fidusia yang diproduksi oleh beberapa notaris dengan yang terdaftar di database AHU Online. Hal ini berpotensi mengurangi PNBP yang seharusnya diterima negara, karena banyak akta fidusia yang tidak didaftarkan, terutama yang berasal dari perusahaan pembiayaan. Oleh karena itu, Kantor Wilayah merasa perlu untuk berdiskusi lebih lanjut dengan OJK, yang memiliki kewenangan dalam pengawasan perusahaan pembiayaan.

Dalam diskusi tersebut, Kadivyankum menyampaikan beberapa pertanyaan penting. Pertama, ia ingin mengetahui bagaimana mekanisme pengawasan yang dilakukan OJK terhadap pelaksanaan Pasal 31 Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Selanjutnya, ia menanyakan bagaimana OJK menegakkan hukum terhadap perusahaan pembiayaan yang tidak mematuhi ketentuan dalam pasal tersebut. Terakhir, ia juga menyinggung tentang adanya selisih antara jumlah akta fidusia yang diproduksi oleh notaris dan yang terdaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia, yang menurutnya berpotensi merugikan negara.

Menanggapi hal ini, Bapak Chandra dari OJK Jawa Barat menjelaskan bahwa saat ini pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan masih menjadi kewenangan OJK Pusat. Oleh karena itu, OJK Jawa Barat belum dapat melakukan pengawasan langsung terhadap pelaksanaan Pasal 31 tersebut. Pengawasan yang dilakukan oleh OJK Jawa Barat saat ini lebih terbatas pada pemberi fidusia yang berasal dari Badan Perkreditan Rakyat.
Agus Yayan, yang mewakili Marketing Conduct Kantor OJK Jawa Barat, menambahkan bahwa sejauh ini OJK lebih banyak menerima laporan yang berkaitan dengan penarikan objek fidusia. Namun, informasi yang disampaikan oleh Kadivyankum akan menjadi input yang berharga untuk OJK Jawa Barat, dan akan dilaporkan kepada pengawas pusat OJK.
Sementara itu, Zam-Zam, Pengawas Pasar Modal OJK Jawa Barat, menyampaikan bahwa permasalahan yang diangkat oleh Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat perlu segera ditindaklanjuti. Mengingat keterbatasan informasi yang dimiliki oleh OJK Jawa Barat terkait pengawasan perusahaan pembiayaan, ia menyarankan agar Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat mengadakan pertemuan dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan di Jawa Barat. OJK Jawa Barat siap memfasilitasi pertemuan tersebut dan menunggu langkah selanjutnya dari Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat.
