JAKARTA – Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Jawa Barat menggelar audiensi dengan dua Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) nasional, yaitu Wahana Musik Indonesia (WAMI) dan Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI). Pertemuan yang berlangsung di Jakarta pada Senin, 23 Juni 2025 ini bertujuan untuk menghimpun data dukung dalam rangka evaluasi dampak kebijakan Peraturan Menteri Hukum Nomor 9 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Royalti Musik dan Lagu. Kegiatan ini menjadi forum strategis untuk menyerap aspirasi dan tantangan yang dihadapi para pelaku industri musik di lapangan. Delegasi dari Kanwil Kemenkum Jawa Barat terdiri dari berbagai pejabat fungsional dan analis kebijakan yang ditugaskan secara khusus untuk agenda ini.
Kegiatan yang merupakan tindak lanjut arahan Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat, Asep Sutandar, dipimpin langsung oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Funna Maulia Massaile. Dalam sesi pertama bersama LMK SELMI, Funna Maulia menyampaikan bahwa tujuan utama audiensi adalah untuk mendapatkan gambaran nyata implementasi kebijakan pengelolaan royalti. Tim dari Badan Strategi Kebijakan (BSK) Kemenkum juga turut serta untuk memastikan proses evaluasi dilakukan berbasis bukti (evidence-based) guna menghasilkan rekomendasi kebijakan yang akurat dan aplikatif bagi ekosistem musik tanah air.
Diskusi bersama Ketua SELMI, Jusak Irwan Setiono, mengungkap sejumlah tantangan krusial yang dihadapi di lapangan. Beberapa isu utama yang mengemuka antara lain belum optimalnya sistem penarikan royalti dengan pendekatan lisensi blanket, ketiadaan pembagian wilayah kerja yang jelas antar-LMK, serta kebutuhan mendesak akan sistem teknologi informasi yang terintegrasi untuk mendukung transparansi. Selain itu, SELMI juga menyoroti pentingnya penegakan hukum yang lebih tegas dan kejelasan norma mengenai Hak Terkait untuk mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan.
Setelah berdiskusi dengan SELMI, tim melanjutkan audiensi ke kantor WAMI dan diterima oleh Managing Director, Seno Adi Prasetyo. Dalam paparannya, WAMI menunjukkan pendekatan pengelolaan royalti yang lebih modern melalui sistem digital yang telah terhubung dengan berbagai penyedia layanan digital dan mitra internasional. Sistem ini memungkinkan deteksi penggunaan lagu secara real-time yang menjadi fondasi distribusi royalti yang lebih akurat kepada para pencipta lagu dan musisi. WAMI juga mengusulkan agar fungsi Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) lebih difokuskan pada pengawasan, sementara teknis penarikan dapat didelegasikan kepada LMK yang kompeten.
Sebagai kesimpulan, audiensi ini berhasil memetakan tantangan sekaligus harapan dari para pengelola royalti terhadap regulasi yang ada. Usulan penting lainnya yang tercatat mencakup implementasi sistem rekening tunggal (single account) yang transparan serta penyusunan sistem klasifikasi atau "grading" untuk LMK guna menjamin akuntabilitas kinerja. Seluruh temuan dan masukan dari WAMI dan SELMI ini akan menjadi dasar utama dalam penyusunan rekomendasi evaluasi kebijakan yang lebih partisipatif dan berorientasi pada kepentingan publik, khususnya para pelaku industri musik di Indonesia.