
MAJALENGKA — Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Jawa Barat terus berupaya memperkuat ekosistem kekayaan intelektual hingga ke pelosok desa. Kali ini, Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkum Jabar bersinergi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Majalengka menggelar Lokakarya Teknologi Tepat Guna (TTG) dan Kekayaan Intelektual bertajuk “Membangun Inovasi yang Terlindungi Tahun 2025”. Kegiatan yang berlangsung di Kantor DPMD Kabupaten Majalengka pada Rabu, 26 November 2025 ini dihadiri oleh perwakilan BUMDes, Posyantek, serta para inovator pencipta alat teknologi tepat guna yang antusias mengembangkan potensi lokal mereka.
Pelaksanaan kegiatan ini merupakan tindak lanjut nyata dari arahan Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat, Asep Sutandar, yang menekankan pentingnya kehadiran pemerintah dalam memberikan kepastian hukum bagi karya kreatif masyarakat. Asep Sutandar dalam berbagai kesempatan selalu menegaskan bahwa perlindungan kekayaan intelektual bukan hanya soal legalitas semata, melainkan instrumen vital untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis desa. Dukungan penuh dari pimpinan wilayah ini diejawantahkan melalui kolaborasi lintas sektor yang melibatkan pemerintah daerah dan lembaga riset guna memastikan inovasi masyarakat tidak hanya lahir, tetapi juga terlindungi dan berdaya saing.

Sekretaris DPMD Kabupaten Majalengka, Vera Juntrasia, saat membuka acara menyampaikan apresiasinya atas sinergi ini. Ia menyoroti bahwa kolaborasi antara pemerintah daerah, akademisi, dan dunia riset sangat krusial untuk memperkuat ekosistem inovasi lokal yang berdampak langsung pada produktivitas masyarakat. Senada dengan hal tersebut, Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkum Jabar, Hemawati BR Pandia, yang hadir sebagai narasumber utama, memaparkan urgensi pelindungan Kekayaan Intelektual (KI) untuk menjaga hasil inovasi desa dari ancaman penjiplakan. Hemawati menjelaskan secara rinci mengenai rezim KI seperti Merek, Paten, Hak Cipta, Desain Industri, dan Indikasi Geografis sebagai benteng pertahanan bagi para inovator.
Lebih lanjut, Hemawati menguraikan lima bentuk kerja sama strategis yang dapat dibangun antara masyarakat desa dengan dunia akademisi untuk memaksimalkan potensi KI. Strategi tersebut meliputi edukasi dan sosialisasi hukum untuk meningkatkan kesadaran risiko plagiarisme, identifikasi dan dokumentasi aset KI desa—termasuk Kekayaan Intelektual Komunal seperti budaya tradisional—serta bantuan teknis pendaftaran KI ke DJKI. Selain itu, aspek pengembangan kapasitas melalui pelatihan keterampilan dan hilirisasi produk menjadi fokus penting agar inovasi dapat dikomersialisasi. Terakhir, Hemawati menekankan pentingnya monitoring dan evaluasi berkelanjutan untuk memastikan program perlindungan ini memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi desa.
Melengkapi pembahasan dari sisi riset, Perencana Ahli Utama dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Drs. Priyono, M.E, turut hadir memberikan pandangannya. Ia menegaskan bahwa Teknologi Tepat Guna harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan riil masyarakat dan didukung oleh sinergi yang kuat antara pemerintah, peneliti, dan komunitas. Kegiatan lokakarya ini ditutup dengan sesi diskusi interaktif yang membahas teknis pendaftaran, peluang komersialisasi, hingga potensi riset bersama, menandakan optimisme baru bagi para inovator di Majalengka untuk melangkah lebih maju dengan karya yang terlindungi hukum.
