
BANDUNG - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat (Kanwil Kemenkum Jabar) melalui Divisi P3H mengikuti kegiatan Forum Diskusi Uji Publik RUU Tentang Penyesuaian Pidana yang diselenggarakan oleh Kemenkum RI secara daring melalui Zoom Meeting (Selasa, 21/10/2025).
Kepala Divisi P3H Funna Maulia Masaile bersama para Perancang PUU dan Analis Hukum Kanwil Jabar mengikuti jalannya forum diskusi yang menghadirkan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej selaku narasumber. Pembahasan RUU ini juga diikuti oleh berbagai pihak dan stakeholder seperti Kepolisian RI, Kejaksaan Agung dan akademisi perguruan tinggi.
Uji Publik RUU Penyesuaian Pidana ini dilaksanakan dalam rangka penyesuaian seluruh peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang memuat ketentuan pidana agar selaras dengan Buku Kesatu KUHP baru, sebelum berlaku penuh pada tanggal 2 Januari 2026.
Wakil Menteri Edward OS Hiariej dalam paparannya menjelaskan bahwa RUU ini disusun untuk memastikan sinkronisasi dan harmonisasi sistem pemidanaan nasional. Secara umum, RUU ini terdiri atas tiga bab utama, yaitu Bab I, penyesuaian pidana dalam UU di luar KUHP, Bab II, penyesuaian pidana dalam Perda, serta Bab III, penyesuaian terhadap UU KUHP itu sendiri.
Selain itu juga dibahas pokok-pokok penyesuaian dalam RUU ini meliputi penghapusan pidana minimum khusus (kecuali pada lima tindak pidana khusus tertentu), konversi pidana kurungan tunggal menjadi pidana denda, penyesuaian kategori pidana denda berdasarkan subjek hukum (perorangan/korporasi), penyesuaian terhadap pidana kumulatif menjadi alternatif, serta pembenahan teknis redaksional dalam beberapa pasal KUHP untuk menghindari kesalahan formal dan konflik norma.
Dalam sesi diskusi, perwakilan Kepolisian RI menyoroti bahwa penyesuaian pidana akan berimplikasi langsung terhadap kewenangan penyidik, terutama dalam penerapan upaya paksa, penahanan, serta penentuan pertanggungjawaban pidana korporasi. Oleh karena itu, dibutuhkan pedoman internal dan koordinasi lintas aparat penegak hukum agar tidak terjadi disparitas penegakan hukum pada masa transisi.
Sementara itu, Plt. Wakil Jaksa Agung RI menegaskan bahwa RUU ini penting untuk menjamin kepastian hukum dan proporsionalitas sanksi pidana. Penyesuaian diperlukan agar ancaman pidana dalam berbagai peraturan tidak lagi tumpang tindih dan tetap sejalan dengan prinsip keadilan restoratif yang diusung KUHP baru.
Kegiatan ini juga menyoroti pentingnya sosialisasi dan pembinaan hukum yang masif kepada aparat penegak hukum dan masyarakat untuk mencegah perbedaan interpretasi antar lembaga penegak hukum (APH) selama masa transisi. RUU Penyesuaian Pidana diharapkan menjadi jembatan antara sistem hukum lama dan sistem hukum baru yang lebih modern, humanis dan berbasis keadilan sosial.
(Red/foto: Divisi P3H/Aul)



