BANDUNG – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat (Kanwil Kemenkum Jabar) melalui Divisi Peraturan Perundang - Undangan dan Pembinaan Hukum (P3H) pada pagi ini mengikuti kegiatan Diskusi Publik mengenai Analisis Urgensi Pembentukan Peraturan Menteri Hukum tentang Kurikulum dan Penyelenggaraan Pelatihan Fungsional Perancang PUU yang diselenggarakan oleh Badan Strategi Kebijakan (BSK) Kemenkum secara daring melalui Zoom Meeting (Senin, 26/05/2025).
Dari ruang rapat Sahardjo, Kepala Divisi P3H Funna Maulia Masaile bersama para Perancang PUU Kanwil Jabar mengikuti jalannya kegiatan yang menghadirkan 2 narasumber, yakni Akademisi Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura dan Deputi Bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN, Lembaga Administrasi Negara RI.
Diskusi ini dilatarbelakangi, bahwa Jabatan Fungsional Perancang berperan strategis dalam memastikan kualitas produk hukum, baik di tingkat pusat maupun daerah. Tanpa dukungan kompetensi yang memadai, perancang berisiko menghasilkan regulasi yang tidak efektif, tumpang tindih, atau bahkan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, sehingga pelatihan fungsional menjadi instrumen utama peningkatan kompetensi perancang. Namun saat ini, regulasi pelatihan fungsional perancang masih terfragmentasi.
Fokus kajian kali ini, dimana untuk kurikulum terdapat isu rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelatihan fungsional perancang. Sedangkan untuk penyelenggaraan, terdapat fokus yakni pelatihan yang memberikan pengetahuan dan keahlian fungsional yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas Jabatan Fungsional Perancang
Terdapat masukan dari beberapa perancang PUU di beberapa Kantor Wilayah, yakni:
1. Kesenjangan antara regulasi dan kebutuhan nyata, yakni terdapat mismatch antara regulasi pelatihan fungsional dan kebutuhan lapangan perancang, baik di pusat maupun daerah dan dua aspek utama yang terdampak adalah kurikulum dan penyelenggaraan pelatihan.
2. Kurikulum terlalu teoritis, kurang praktikal. dengan durasi pelatihan terlalu lama, serta materi terlalu akademik dan belum proporsional untuk kebutuhan teknis daerah. Belum adaptifnya kurikulum terhadap dinamika seperti omnibus law, UU Desa, hingga kewenangan lokal, serta magang dan orientasi lapangan yang dinilai formalistik, kurang substantial dan terlalu lama.
3. penyelenggaraan kurang transparan dan tidak terstandar, yakni mekanisme pemanggilan peserta tidak terbuka dan menyulitkan ASN K/L dan daerah, evaluasi belum sistematis, tanpa umpan balik berkelanjutan atau tracer study.
4. regulasi terfragmentasi dan lemah sosialisasi, yakni kurikulum diatur Permenkumham 1/2022 jo. 18/2022, penyelenggaraan diatur Kepka BPSDM dan Permenkumham 19/2015 → belum terpadu, dan Kepka BPSDM tidak diundangkan dan tidak tersosialisasi secara nasional
Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari kegiatan ini, bahwa Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan perlu mengusulkan pencabutan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Kurikulum Pelatihan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan beserta perubahannya, Permenkumham Nomor 18 Tahun 2023, serta pencabutan Permenkumham Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan.
(Red/foto: Divisi P3H/Aul)