BANDUNG - Sebagai tindak lanjut arahan Bapak Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat, Asep Sutandar , kepada Kepala Divisi Peraturan Perundang-Undangan dan Pembinaan Hukum, Funna Maulia Massaile , telah dilaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Analisis Evaluasi Kebijakan Permenkumham Nomor 9 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Royalti Musik dan Lagu. Kamis (26/06)
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian penyusunan laporan evaluasi kebijakan berbasis evidence, dengan tujuan menghimpun masukan substantif dari pihak eksternal. Narasumber dalam kegiatan ini adalah Dr. Doniroy Aritonang, S.H., M.H., Lektor Kepala pada STIA LAN Bandung, yang memberikan pandangan kritis terhadap kelembagaan LMKN serta efektivitas pelaksanaan Permenkumham No. 9 Tahun 2022.
Dalam paparannya, narasumber menekankan bahwa kebijakan ini dirancang dengan pendekatan New Public Service (NPS), di mana negara seharusnya hadir sebagai fasilitator dalam tata kelola layanan publik. Namun, dalam praktiknya, pengelolaan royalti sepenuhnya diserahkan kepada LMKN dan LMK tanpa sistem pengawasan dan digitalisasi yang memadai.
Sebagai narasumber, Bapak Doni menyampaikan kritik terhadap kelembagaan LMKN yang dinilainya terlalu birokratis dan belum mampu menjalankan fungsi pengelolaan secara efisien. Beliau menyoroti ketiadaan aturan dasar yang sah terkait pembagian royalti, lemahnya fungsi regulator pemerintah, serta absennya sistem digital berbasis aplikasi dalam proses pengumpulan dan distribusi royalti. Ia menambahkan bahwa LMKN seharusnya berfungsi mirip dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yakni sebagai pengatur dan penengah dalam situasi konflik, bukan pelaksana pengumpulan secara langsung.
Dr. Doniroy Aritonang juga menekankan pentingnya penentuan pendekatan kebijakan, apakah "berbasis publik atau privat" karena hal ini akan berdampak langsung pada desain kelembagaan LMKN. Ia juga menyarankan adanya studi perbandingan kelembagaan sebagai rujukan perumusan desain kelembagaan yang ideal serta perlunya penyederhanaan struktur dan penguatan norma manajemen risiko dalam tata kelola royalti.
Diskusi berlangsung aktif dan menghasilkan catatan-catatan strategis yang akan digunakan sebagai bahan penyempurnaan laporan akhir analisis evaluasi kebijakan, serta dasar penyusunan rekomendasi kebijakan yang lebih tajam dan aplikatif.